Iniriau.com, Pekanbaru – Kebijakan Pemerintah Kota (Pemko) Pekanbaru kembali menjadi sorotan tajam. Surat Edaran (SE) Nomor 10/SETDA-TAPEM/647/2024 yang diteken oleh Pelaksana Harian (Plh) Sekretaris Daerah, Zarman Candra, SSTP, M.Si, pada 20 Desember 2024, menuai gelombang keresahan dari masyarakat.
Pasalnya, surat tersebut memerintahkan penundaan pemilihan Ketua Rukun Tetangga (RT) dan Rukun Warga (RW) yang masa jabatannya telah habis, serta membatalkan panitia pemilihan yang sudah terbentuk di berbagai kelurahan.
Di tengah kondisi ekonomi yang tak menentu dan kebutuhan pelayanan publik yang semakin mendesak, kebijakan ini dinilai mencederai rasa keadilan warga. Struktur RT/RW yang seharusnya menjadi garda terdepan pelayanan masyarakat, kini mandek. Warga pun kehilangan pegangan.
“Ini keputusan yang tidak hanya membingungkan, tapi juga merugikan rakyat kecil. Warga tidak tahu harus mengadu ke siapa. Pelayanan administratif terganggu, bantuan sosial tertahan, bahkan sekadar mengurus surat pengantar pun terhambat,” tegas Syafri Syarif, SE, Ketua Pansus Lembaga Kemasyarakatan Kelurahan (LKK) DPRD Pekanbaru, Senin (4/8).
Syafri, yang juga politisi Fraksi Golkar, mengecam keras kebijakan tersebut karena dianggap bertentangan dengan Peraturan Daerah (Perda) Nomor 12 Tahun 2002 tentang RT/RW. Ia mendesak Pemko Pekanbaru segera mencabut SE yang dianggap mengangkangi aturan hukum yang sah.
Menurut Syafri, pihaknya telah berulang kali menyarankan agar pemilihan RT/RW tetap berjalan menggunakan Perda yang lama, sembari menunggu pembahasan Ranperda LKK rampung. Namun saran tersebut, kata dia, diabaikan.
“Ini soal pelayanan dasar masyarakat, bukan sekadar urusan birokrasi. Kami tidak akan tinggal diam jika pemerintah terus membiarkan rakyat tanpa wakil di tingkat paling bawah. Kalau tidak dicabut, DPRD akan ambil langkah tegas,” tegasnya.
Dalam kegiatan reses, sejumlah warga mengeluhkan kondisi tersebut. Beberapa di antaranya bahkan terpaksa menunda pengajuan bantuan pendidikan dan pelayanan kesehatan karena tak memiliki pengantar resmi dari RT.
“Kami di lapangan melihat langsung dampaknya. Masyarakat jadi korban dari kebijakan yang tidak berpijak pada hukum. Harusnya Pemko hadir untuk menyelesaikan, bukan malah menambah rumit,” keluh Syafri.
Ia juga menyoroti penunjukan aparatur sipil negara (ASN) sebagai pelaksana tugas RT/RW oleh pihak kelurahan. Menurutnya, langkah itu tidak memiliki dasar hukum yang kuat dan justru berpotensi memperkeruh keadaan.
DPRD Pekanbaru menegaskan, selama Perda baru belum disahkan maka Perda lama tetap sah dan harus dijadikan pedoman. Ingkap Syafri, sambil menutup pernyataannya dengan pesan keras.
“Jangan biarkan rakyat kecil menunggu terlalu lama, hanya karena pemerintah gamang mengambil keputusan. Ini bukan sekadar soal jabatan RT atau RW, ini soal wajah pelayanan publik kita,” tegasnya. **