Iniriau.com, JAKARTA - Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Ida Fauziyah memastikan Tunjangan Hari Raya (THR) pada tahun ini cair. Ida telah merumuskan terkait kebijakan pengupahan untuk pemulihan ekonomi akibat COVID-19.
“Kami telah merumuskan kebijakan pengupahan pada masa pemulihan ekonomi akibat COVID-19 seperti pemberian tunjangan hari raya keagamaan tahun 2021,” katanya dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama Komisi IX DPR RI, Selasa (16/3).
Pemberian THR ini merupakan lanjutan dari terbitnya Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 36 Tahun 2021 tentang pengupahan. Ida juga melakukan koordinasi dengan kementerian lembaga terkait untuk menentukan data penetapan upah minimum.
Dalam beleid tersebut, pemerintah masih mengatur mengenai hak cuti haid dan cuti melahirkan, yang sempat ramai dibahas karena isu akan dihapuskan.
“Kami akan menyempurnakan Permenaker Nomor 6 Tahun 2016 tentang Tunjangan Hari Raya (THR) Keagamaan,” ungkapnya.
Dalam Pasal 40 ayat 1 beleid tersebut, upah tidak dibayar apabila pekerja atau buruh tidak masuk bekerja atau tidak melakukan pekerjaan. Namun, dalam ayat 2 dijelaskan ketentuan tersebut tidak berlaku dan pengusaha tetap wajib membayar upah jika pekerja atau buruh:
a. Berhalangan
b. Melakukan kegiatan lain di luar pekerjaannya
c. Menjalankan hak waktu istirahat atau cutinya
d. Bersedia melakukan pekerjaan yang telah dijanjikan tetapi pengusaha tidak mempekerjakannya karena kesalahan pengusaha sendiri atau kendala yang seharusnya dapat dihindari pengusaha.
Ditegaskan dalam ayat 3 pasal tersebut, alasan pekerja atau buruh tidak masuk bekerja atau tidak melakukan pekerjaan karena berhalangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a meliputi
a. Pekerja atau buruh sakit sehingga tidak dapat melakukan pekerjaan
b. Pekerja atau buruh perempuan yang sakit pada hari pertama dan kedua masa haidnya sehingga tidak dapat melakukan pekerjaan
c. Pekerja atau buruh tidak masuk bekerja karena:
- Menikah
- Menikahkan anaknya
- Mengkhitankan anaknya
- Membaptiskan anaknya
- Istri melahirkan atau keguguran kandungan
- Suami, istri, orang tua, mertua, anak, dan atau menantu meninggal dunia
- Anggota keluarga selain sebagaimana dimaksud pada angka 6 yang tinggal dalam 1 rumah meninggal dunia.
Selanjutnya dalam ayat 5 pasal 40, dijelaskan alasan pekerja atau buruh tidak masuk bekerja dan tidak melakukan pekerjaannya karena menjalankan hak waktu istirahat atau cutinya sebagaimana dimaksud pada ayat 2 huruf c apabila pekerja buruh melaksanakan:
- Hak istirahat mingguan
- Cuti tahunan
- Istirahat panjang
- Istirahat sebelum dan sesudah melahirkan
- Istirahat karena mengalami keguguran.
"Upah yang dibayarkan kepada pekerja/buruh perempuan yang tidak masuk bekerja dan/atau tidak melakukan pekerjaan karena sakit pada hari pertama dan kedua masa haidnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 ayat 3 huruf b disesuaikan dengan jumlah hari menjalani sakit haidnya, paling lama dua hari," demikian bunyi pasal 41 ayat 2.
Adapun dalam Pasal 46, berbunyi: "Pengusaha wajib membayar upah kepada pekerja/buruh yang tidak masuk bekerja dan/atau tidak melakukan pekerjaan karena menjalankan hak waktu istirahat atau cutinya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 ayat (5) sebesar upah yang biasa diterima oleh pekerja/buruh."**
Sumber: Kumparan