Iniriau.com, PEKANBARU - Dalam rangka mendorong peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD) melalui elektronifikasi transaksi pemerintah daerah (ETP), Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Riau resmi mengukuhkan Tim Percepatan Dan Perluasan Digitalisasi Daerah (TP2DD) Provinsi Riau, Kota Pekanbaru dan Kabupaten Kampar, Rabu (31/03). Ketiga daerah tersebut dijadikan sebagai pilot project, yang selanjutnya akan direplikasi ke seluruh Kabupaten/Kota di Provinsi Riau.
Acara dihadiri langsung oleh Gubernur Riau, Walikota Pekanbaru dan Bupati Kampar serta seluruh Kepala Daerah lainnya di Provinsi Riau secara virtual. Turut hadir menyaksikan Kapolda Riau, Kepala Kejaksaan Tinggi dan Kepala BPKP Riau.
Pengukuhan tersebut, sebagai tindak lanjut dari Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 3 Tahun 2021. TP2DD tingkat Provinsi diketuai oleh Gubernur, sedangkan TP2DD tingkat Kabupaten/Kota diketuai oleh Bupati/Walikota yang didukung oleh Pimpinan Bank Indonesia dan Kementrian Keuangan serta instansi/lembaga terkait di lingkungan Pemda.
Kepala Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Riau, Decymus mengatakan, TP2DD merupakan forum koordinasi lintas instansi, lembaga dan pemangku kepentingan terkait (stakeholders) baik di tingkat Provinsi maupun Kabupaten/Kota.
“Tujuan utama TP2DD adalah untuk mendorong peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD), melalui elektronifikasi transaksi pemerintah daerah (ETP) mulai dari pembayaran pajak, retribusi hingga perijinan. Setelah Provinsi Riau, Kota Pekanbaru dan Kabupaten Kampar, pembentukan TP2DD pada 9 Kabupaten/Kota lainnya di Riau juga akan segera dilakukan. Meski kita diberikan waktu hingga Maret 2022 nanti, namun menjelang akhir tahun 2021 mendatang TP2DD di 12 Kabupaten/Kota se Riau sudah harus dibentuk,” ungkap Decymus kepada Iniriau.com, Rabu (31/03).
Berdasarkan hasil monitoring pilot project ETP pada 2019 di 12 wilayah oleh Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), elektronifikasi transaksi pemda mampu meningkatkan PAD secara rata-rata hingga 14%. Selain itu, keberadaan TP2DD juga sangat diperlukan mengingat masih adanya berbagai kendala dalam pengembangan digitalisasi di daerah, antara lain keterbatasan infrastruktur teknologi di daerah, masih tingginya budaya melakukan pembayaran secara tunai, dan kesiapan infrastruktur bank pengelola dana Pemda.
Dari sisi makroekonomi, digitalisasi yang berkembang pesat di masyarakat merupakan peluang bagi Pemerintah untuk mendorong pertumbuhan ekonomi dan pemerataan pembangunan (inklusi ekonomi). Sebagaimana diketahui, digitalisasi telah mengubah secara revolusioner cara masyarakat melakukan aktivitas ekonominya mulai dari berbelanja, berjualan, melakukan pembayaran hingga mendapatkan sumber pembiayaan secara online.
“Digitalisasi di lingkungan Pemda akan memberikan kemudahan bagi dunia usaha untuk melakukan investasi, terutama dalam melakukan pembayaran dan perijinan sehingga mempercepat pertumbuhan ekonomi Riau. Digitalisasi fiskal diharapakan, akan meningkatkan transparansi dan akuntabilitas publik yang selama ini kita cita-citakan,” ucap Decymus.
Urgensi untuk melakukan percepatan digitalisasi fiskal atau elektronifikasi transaksi pemda (ETP), semakin mendesak untuk dilakukan di masa pandemi COVID-19 ini. Pendapatan Asli Daerah (PAD) menurun tajam sebagai dampak melemahnya transaksi ekonomi di masyarakat.
Decymus menambahkan, untuk memperkuat kembali kemampuan Pemda dalam memberikan stimulus untuk mempercepat pemulihan ekonomi, diperlukan inovasi daerah dengan menerapkan elektronifikasi transaksi pemerintah daerah (baik dari sisi incoming maupun outgoing) yang dilakukan secara simultan dengan langkah-langkah memasyarakatkan pembayaran berbasis digital atau non tunai secara luas, baik antar instansi pemerintah, masyarakat dengan pemerintah, dan masyarakat dengan pelaku usaha.
Mayoritas Pemda di Riau telah mengimplementasikan elektronifikasi di sisi pendapatan untuk pajak, namun implementasi untuk retribusi masih rendah sedangkan elektronifikasi untuk moda transportasi masih belum diterapkan. Sementara itu, di sisi belanja seluruh Pemda di Riau telah menerapkan secara non tunai, namun sebagian besar prosesnya masih dilakukan melalui teller dan belum memanfaatkan cash management system (CMS) secara optimal. **