Iniriau.com, PEKANBARU - Sidang dugaan korupsi dana hibah KONI Bengkalis Tahun 2019 ke cabang olahraga PABBSI dengan terdakwa mantan Ketua Persatuan Angkat Besi Angkat Berat Binaraga Seluruh Indonesia (PABBSI) Kabupaten Bengkalis Dora Yandra kembali digelar di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Pekanbaru, Jum'at (25/2/22) siang, dengan agenda pemeriksaan saksi.
Dalam sidang ini, Jaksa penuntut umum (JPU) Nofrizal SH, dan Doli Novaisal SH MH, dari Kejaksaan Negeri Bengkalis baru bisa menghadirkan tiga orang saksi dihadapan majelis hakim yang dipimpin Zulfadli SH MH. Ketiga saksi tersebut adalah, Darma Firdaus Sitompul sebagai Ketua KONI Bengkalis, Darma Firdaus Sitompul, Bendahara KONI Bengkalis Hera Triwahyuni, SE, dan Ketua Tim Verifikasi SPJ KONI Bengkalis, Misliadi.
Persidangan yang yang awalnya berlangsung biasa-biasa saja, tiba-tiba memanas ketika hakim anggota Yelmi SH MH, mengungkapkan kekesalannya atas keterangan saksi Misliadi selaku verifikator KONI Bengkalis tidak tahu kesalahan apa yang dilakukan terdakwa dalam penggunaan dana hibah. Pemicunya ketika Yelmi menanyakan kepada saksi apa yang dia ketahui tentang kesalahan yang dilakukan terdakwa.
"Saya tidak tau Yang Mulia," jawab Misliadi sebagaimana dirilis koranriau.co Mendapat jawaban saksi itu membuat hakim kesal. Apalagi, kehadiran saksi di persidangan untuk menjelaskan tugasnya sebagai Tim Verifikasi SPJ PABBSI Bengkalis yang dilaporkan terdakwa Dora Yandra.
"Pak, kalau tidak ada yang salah dalam laporan SPJ itu, tidak mungkin sampai ke pengadilan. Ini ada Rp 60 juta pencairan tahap pertama dan Rp139 juta tahap kedua yang tidak bisa dipertanggungjawabkan," tegas hakim Yelmi, SH. Apa lagi saat hakim menanyakan saksi Misliadi selaku Tim Verifikasi apakah ada melakukan pengecekan ke lapangan atas laporan SPJ terdakwa.
"Tidak ada Yang Mulia," ujarnya.
"Seharusnya saksi tidak hanya sekedar memeriksa dan memverifikasi SPJ saja. Tetapi juga memastikan ke lapangan, apakah sudah sesuai dengan laporannya atau tidak," kata hakim lagi, yang membuat Misliadi yang saat ini adalah anggota DPRD Riau itu terdiam.
Beberapa saat kemudian, Misliadi kembali menjelaskan kepada majelis hakim bahwa tugasnya hanya memverifikasi saja, bukan melakukan monitoring. Mendengar ucapan Misliadi, membuat hakim murka. Hakim menyemprot Misliadi yang tidak pernah melakukan monitoring lapangan.
"Enak saja kalau begitu tidak ada monitoringnya. Terima dana hibah dari KONI, cukup dengan buat laporan saja tanpa ada pengecekan ke lapangan," sebut hakim dengan nada kesal. Sementara, Ketua KONI Bengkalis Darma Firdaus Firdaus Sitompul membenarkan jika terdakwa pernah mengajukan dana hibah ke pihaknya. Dana itu untuk pembinaan Cabor PABBSI.
" Cabor harus mengajukan proposal terlebih dahulu. Kemudian baru kita cairkan untuk satu tahun anggaran," ulasnya.
Menurutnya, setiap Cabor yang menggunakan dana hibah wajib membuat SPJ sebagai laporan kegiatan. SPJ itu disampaikan ke KONI Bengkalis. Saksi lainnya yakni Hera Triwahyuni selaku Bendahara KONI Bengkalis mengakui, pernah mencairkan anggaran untuk Cabor PABBSI kepada terdakwa. Menurutnya, anggaran itu dicairkan secara cash kepada terdakwa.
Dalam kesaksiannya, Hera mengaku pernah diberi terdakwa uang sebesar Rp1 juta, pada saat pencairan."Uang itu untuk membeli makanan dan minuman di kantor," ulasnya.
Hakim sempat menanyakan apakah saksi kerap menerima uang setiap pencairan dari Ketua Cabor."Tidak yang Mulia, baru kali itu saja,"ungkapnya.
Usai sidang, kuasa hukum terdakwa Asep Ruhiyat SH MH mengatakan, jika dari keterangan tiga saksi di persidangan, tidak ada satu pun yang mengetahui dan tidak bisa membuktikan kesalahan yang dilakukan terdakwa. Para saksi hanya menjelaskan, tugas pokok dan fungsinya masing-masing.
"Tiga saksi tidak ada yang tau permasalahan yang dilakukan terdakwa. Jadi karena tidak ada yang tau, kita juga tidak bisa mengejar dan menelusuri perbuatan apa yang telah dilakukan terdakwa," terangnya.
Berdasarkan keterangan tiga saksi dari jaksa itu lanjut Asep, tentu sangat menguntungkan bagi terdakwa. Pasalnya, para saksi tidak mengetahui kesalahan yang dilakukan terdakwa.
Perbuatan yang dilakukan terdakwa berawal pada bulan Juni dan Desember tahun 2019 silam, Cabor PABBSI mendapatkan dana hibah sebesar Rp : 299.700.000 dalam dua tahap yang bersumber dari APBD Kabupaten Bengkalis melalui DPA Dinas Pariwisata, Pemuda dan Olahraga Kabupaten Bengkalis. Rinciannya, tahap pertama pada bulan Juni tahun 2019 sebesar Rp: 150.500.000 dan tahap kedua pada bulan Desember 2019 sebesar Rp: 149.200.000. Setelah menerima Dana hibah untuk tahap pertama itu, terdakwa tidak bisa mempertanggungjawabkan sebesar Rp: 60.632.274. Sementara tahap kedua dana yang tidak bisa dipertanggungjawabkan oleh terdakwa sebesar Rp: 139.714.097.
Akibat perbuatannya itu, terdakwa dijerat dengan pasal 2 dan pasal 3 Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi. Sidang dilanjutkan dua pekan mendatang untuk mendengarkan keterangan saksi. Usai mendengarkan keterangan saksi, majelis hakim menunda sidang dan akan dilanjutkan Jumat depan dengan agenda masih keterangan.
Karangan bunga di Pengadilan Tipikor
Ada yang menarik saat sidang dugaan korupsi dana hibah KONI Bengkalis 2019. Pasalnya, ada karangan bunga yang dipajang disamping Pengadilan Tipikor Pekanbaru. Karangan bunga dari 'Koalisi Masyarakat Pemuda Aksi Riau' meminta majelis hakim agar menyeret siapa yang terlibat dalam perkara dugaan korupsi dana hibah KONI Bengkalis 2019. "Majelis hakim yang terhormat jangan biarkan kasus Cabor PABBSI berdiri sendiri" demikian isi tuntutan koalisi masyarakat pemuda aksi Riau. Sebab, sejauh ini baru ketua cabor (PABBSI) yang jadi tersangka (terdakwa) dari sekitar 40 Cabor penerima dana hibah dari KONI Bengkalis tahun 2019 yang totalnya Rp: 12 miliar. Sementara mantan Kajari Bengkalis Nanik Kushartanti dalam konferensi pers penetapan tersangka Dora Yandra, menegaskan, bahwa kasus PABBSI tidak berdiri sendiri. "Kasus dugaan korupsi PABBSI tidak berdiri sendiri," tegasnya.
Mantan Kasi Pidsus Kejari Bengkalis Jufrizal (sekarang sudah pindah) yang semula menangani perkara ini, mengungkap, selain Cabor PABBSI, dugaan korupsi juga terjadi di sekretariat KONI. Menurut Juprizal saat itu kerugian negara di sekretariat hampir Rp 500 juta. Sekretariat sendiri pada tahun 2019 mendapat kucuran dana hibah Rp 1,9 miliar. Selain itu, beberapa Cabor yang menerima dana hibah diduga melakukan markup penggunaan dana dalam kegiatan. Salah satu yang sempat diungkap penyidik adalah Cabor IMI yang diduga mark up hampir Rp 80 juta saat melakukan Iven road race tahun 2019. Belum lagi Cabor-cabor lain.
Terkait semua dugaan korupsi dana hibah KONI Bengkalis itu, berbagai elemen masyarakat Bengkalis menunggu finising kinerja penegak hukum. Untuk itu, berbagai aksi telah dilakukan mahasiswa dan masyarakat. Termasuk salah satunya dengan memajang karangan bunga seperti yang dilakukan Koalisi Masyarakat Pemuda Aksi Riau di Pengadilan Tipikor Pekanbaru tempat berlangsungnya sidang perkara dugaan korupsi KONI Bengkalis. **