Pasca Jemput Paksa, KPK Beberkan Kronologi Perkara Suap Annas Maamun

Pasca Jemput Paksa, KPK Beberkan Kronologi Perkara Suap Annas Maamun
Internet

Iniriau.com, JAKARTA - Mantan Gubernur Riau Annas Maamun dijemput paksa oleh penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di Pekanbaru. Hal ini, lantaran mantan Gubernur Riau dinilai tidak koorperatif terhadap panggilan penyidik lembaga antirasuah, Rabu (30/3/2022). Annas tiba Gedung KPK sekitar pukul 16.25 WIB.

Annas merupakan tersangka dugaan korupsi berupa suap terkait pembahasan Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Perubahan (RAPBD-P) Riau 2014 dan RAPBD Riau Tahun 2015. Dalam kasus ini, sejumlah anggota DPRD Riau kala itu, terseret dan sudah divonis. Di antaranya dua mantan Ketua DPRD Riau, Johar Firdaus dan Suparman. Bahkan dalam kasus ini juga menyeret Ahmad Kirjauhari dan Riki Hariansyah. Mereka dinyatakan turut secara bersama-sama melakukan tindak pidana korupsi. Setelah menjemput paksa Annas Maamun, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menjelaskan konstruksi perkara yang menjerat mantan Gubernur Riau Annas Maamun (AM) sebagai tersangka kasus dugaan suap terkait pengesahan RAPBD-P Tahun Anggaran 2014 dan RAPBD Tahun Anggaran 2015 Provinsi Riau.

" Tersangka AM selaku Gubernur Riau periode 2014-2019 mengirimkan Rancangan Kebijakan Umum Anggaran (KUA) dan Prioritas dan Plafon Anggaran Sementara (PPAS) Tahun 2015 kepada Ketua DPRD Provinsi yang saat itu dijabat oleh Johar Firdaus," kata Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Karyoto saat jumpa pers di Gedung KPK, Jakarta, Rabu. Sebelumnya dalam kasus itu, KPK juga telah menetapkan Johar Firdaus (JF) dan mantan Bupati Rokan Hulu/mantan Anggota DPRD Provinsi Riau Suparman (SP) sebagai tersangka.

Karyoto mengungkapkan dalam usulan yang diajukan oleh Annas tersebut ada beberapa "item" terkait alokasi anggaran yang diubah diantaranya mengenai pergeseran anggaran perubahan untuk pembangunan rumah layak huni.

" Yang awalnya menjadi proyek di Dinas Pekerjaan Umum diubah menjadi proyek yang dikerjakan oleh Badan Pemberdayaan Masyarakat dan Pemerintah Desa (BPMPD)," katanya. Namun, usulan anggaran itu tidak ditemukan kesepakatan dengan pihak DPRD sehingga Annas diduga menawarkan sejumlah uang dan adanya fasilitas lain berupa pinjaman kendaraan dinas bagi seluruh anggota DPRD Provinsi Riau periode 2009-2014 agar usulannya tersebut dapat disetujui. Atas tawaran itu, Johar Firdaus bersama seluruh anggota DPRD kemudian menyetujui usulan Annas.

" Selanjutnya atas persetujuan dari Johar Firdaus mewakili anggota DPRD, sekitar September 2014 diduga tersangka AM merealisasikan janjinya dengan memberikan sejumlah uang melalui beberapa perwakilan anggota DPRD dengan jumlah sekitar Rp: 900 juta," tuturnya.

Tersangka Annas sebagai pihak pemberi disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Sebelumnya, KPK telah memproses Annas dalam perkara korupsi terkait alih fungsi lahan di Provinsi Riau. Ia telah bebas dari Lapas Sukamiskin, Bandung pada 21 September 2020.

Pada 2015, Annas divonis 6 tahun penjara dan denda Rp: 200 juta subsider 2 bulan penjara oleh Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Bandung. Ia terbukti bersalah dalam korupsi alih fungsi lahan yang merugikan negara Rp: 5 miliar. Annas lalu mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung (MA). Namun, kasasi itu ditolak dan MA justru memperberat hukumannya menjadi 7 tahun penjara. Pada 2019, Presiden Joko Widodo memberikan grasi kepada Annas berupa pengurangan jumlah pidana dari pidana penjara 7 tahun menjadi 6 tahun.**

Sumber : Koran Jakarta

Berita Lainnya

Index