iniriau.com, PEKANBARU-Penyidik Ditreskrimsus Polda Riau mendapatkan banyak temuan-temuan baru dalam kasus dugaan SPJ Fiktif DPRD Riau Tahun 2020-2021. Temuan tersebut semakin memberatkan mantan Sekwan, Muflihun.
Hal itu terungkap saat Diskrimsus kembali memeriksa Mantan Pj Walikota Pekanbaru, Muflihun, Senin (19/8/2924). Uun diperiksa mulai pukul 9.30 Wib dan selesai pukul 16.00 Wib.
Direktur Kriminal Khusus, Kombes Nasriadi menjelaskan, Uun mendapat 45 pertanyaan yang dijawab oleh Muflihun. Pemeriksaan ini terkait dugaan penyelewengan melalui penandatanganan 58 Nota Pencairan Dana (NPD) dan kwitansi panjar.
Dari hasil pemeriksaan Kasubag Verifikasi Keuangan di Sekretariat DPRD Riau, Edwin, ia mengaku diperintahkan Muflihun untuk membuat Nota Pencairan Dana (NPD).Rp500 juta dan diserahkan pada seseorang bernama Arif.
"Awalnya Muflihun membantah telah memerintahkan Edwin membuat NPD dan kwitansi panjar. Tetapi saat penyidik memperlihatkan bukti adanya perintah, Muflihun tidak bisa mengelak dan mengakui perbuatannya," terang Nasriadi, Senin (18/8/2024).
Terkait dana Rp500 juta yang diserahkan Edwin pada Arif, Penyidik Polda Riau masih menyelidiki Arif yang saat ini sedang menderita sakit jantung.
“Sesuai tupoksinya, Edwin tidak memiliki kewenangan untuk mengelola kegiatan perjalanan dinas luar daerah, karena Edwin menjabat kasubag verifikasi yang bertugas melakukan verifikasi dokumen keuangan,” terang Nasriadi.
Ditambah lagi sebagian besar NPD yang dibuat oleh Edwin tidak dilengkapi SPJ dan hanya mengambil dana tanpa ada pertanggungjawaban.
"Semua dilakukan atas perintah Muflihun sebagai sekwan saat itu. Pemeriksaan ini penting untuk mengungkap keterlibatan beliau dalam penandatanganan NPD dan kwitansi panjar yang diduga disalahgunakan," jelas Kombes Nasriadi.
Materi pemeriksaan berfokus pada penandatanganan 58 NPD dan kwitansi panjar yang kegiatan pengelolaannya berada di bawah tanggung jawab Kasubag Verifikasi, Edwin. Padahal, tupoksi Edwin hanya sebagai petugas input Buku Kas Umum (BKU).
Awalnya, Muflihun membantah memberikan perintah kepada Edwin untuk membuat NPD beserta kwitansi panjar. Namun, setelah penyidik menunjukkan bukti percakapan WhatsApp Muflihun dan Edwin, Muflihun akhirnya mengakui perbuatannya.
"Dengan adanya bukti percakapan ini, sulit bagi saudara Muflihun untuk mengelak. Beliau akhirnya mengakui memerintahkan saudara Edwin membuat beberapa NPD dan kwitansi panjar, dari total 58 dokumen," kata Nasriadi.
Selain itu, Muflihun juga mengakui telah memerintahkan Edwin membuat NPD senilai Rp500 juta yang ditujukan kepada seseorang bernama Arif. Saat ini, penggunaan dana tersebut masih dalam penyelidikan lebih lanjut karena Arif dikabarkan sedang menderita sakit jantung di Yogyakarta.
"Yang dilakukan Edwin jelas pelanggaran tupoksi. Edwin seharusnya hanya melakukan verifikasi dokumen, bukan mengelola atau membuat NPD dan kwitansi panjar," tegas Nasriadi.**