iniriau.com, Pekanbaru – Kasus dugaan korupsi dana hibah Palang Merah Indonesia (PMI) Riau memasuki babak baru. Kejaksaan Tinggi (Kejati) Riau resmi menyatakan berkas perkara mantan Ketua PMI Riau, Syahril Abu Bakar, dan Bendahara Rambun Pamenan lengkap atau P-21 pada Rabu (12/2).
"Iya, sudah P-21. Berkas perkara dinyatakan lengkap berdasarkan penelitian berkas oleh Jaksa Peneliti," ujar Zikrullah, Kasi Penkum dan Humas Kejati Riau.
Dengan ini, kedua tersangka bersama barang bukti segera dilimpahkan ke Jaksa Penuntut Umum (JPU) untuk disidangkan di pengadilan.
Kasus ini bermula dari hibah sebesar Rp6,15 miliar yang diberikan Pemerintah Provinsi (Pemprov) Riau kepada PMI Riau selama periode 2019-2022. Dana tersebut seharusnya digunakan untuk berbagai kebutuhan operasional PMI, mulai dari belanja rutin, pemeliharaan inventaris, perjalanan dinas, hingga publikasi.
Namun, penyidik mengungkap bahwa Syahril dan Rambun justru menyalahgunakan dana tersebut untuk kepentingan pribadi. Modusnya beragam, seperti, nota pembelian fiktif,
mark-up harga barang dan jasa dan
kegiatan fiktif yang tidak pernah direalisasikan.
Bahkan, gaji pengurus dan staf PMI Riau yang seharusnya menerima haknya ternyata tidak dibayarkan. Akibat ulah kedua tersangka, negara mengalami kerugian sebesar Rp1,112 miliar, berdasarkan audit BPKP Perwakilan Riau.
Syahril dan Rambun resmi ditetapkan sebagai tersangka pada 9 Desember 2024 dan langsung ditahan di Rutan Kelas I Pekanbaru. Syahril sempat menghindari panggilan jaksa sebelum akhirnya ditahan pada 12 Desember 2024.
Untuk kepentingan penyidikan, masa penahanan mereka beberapa kali diperpanjang. Hingga akhirnya, setelah berkas dinyatakan lengkap, JPU bersiap membawa kasus ini ke meja hijau.
"Kami masih menunggu jadwal pelimpahan tahap II untuk segera melanjutkan proses hukum ke tahap berikutnya," kata Zikrullah.
Keduanya dijerat dengan Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 jo Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, serta Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.**